IKATAN REMAJA MASJID SMAN 11 BEKASI


Do The Best For

Do The Best For

Jumat, 01 Mei 2015

Dari Adzan Hingga Sholat



Aku berjalan dengan peluh yang sudah bertumpuk di kening. Sambil sesekali megusapnya, aku  berjalan gontai menuju tempat duduk yang ada ditepi danau, pusat taman kota itu.
Di sekelilingku terlihat sepi, hanya ada tukang sapu taman yang sedang membersihkan dedaunan kering di pinggir danau. Lagi pula, siapa juga yang mau pergi ke taman di cuaca yang panasnya minta ampun seperti ini. Kecuali orang yang disuruh nganterin barang laundry-an tanpa kendaraan pribadi. Iya, itu aku!

“Panas banget! Matahari nyusahin aja sih. Harusnya udah enak gue tidur di kamar nyalain AC. Ga perlu keringetan bau begini”

Selagi aku mengibas-ngibas kerah bajuku, tukang sapu taman itu berjalan mendekat ke arahku. Setelah dekat, aku baru sadar bajunya tidak berseragam seperti tukang sapu jalan seperti biasanya.

“Permisi mas, saya sapu sekitar sini dulu ya”

“Ya, pak”

Aku menjawabnya singkat. Mengganggu saja, sih! Sudah tau panas begini bisa merambat ke emosi. Bisa-bisa emosiku terbakar juga.

Tapi, hebat juga bapak ini. Panas-panas gini masih semangat nyapunya.
Akhirnya kuputuskan untuk membuka suara.

“Pak, kok tahan sih panas begini tetep nyapu-nyapu?”

“Ah, ngga kok mas, ini biasa saja. Masih untung juga ada matahari, kalau tidak ada, wah ga kebayang deh! Makanya paling saya syukri saja”
 
“Iya sih ada matahari. Tapi panasnya begini, percuma juga. Yang ada bikin sakit!”
Bapak itu menyandarkan sapunya pada sebuah pohon dan berjalan ke arah tempat duduk di sebelahku.

“Saya numpang duduk ya, mas”

Aku menggeser posisi dudukku sehingga memberinya sedikit ruang lebih. Terdengar kembali suara di sampingku.

“Saya bersyukur mas setiap pagi, ketika saya menyibak tirai rumah saya, saya melihat cahaya. Cahaya yang di pancarkan sang mentari sebagai isyarat dimulainya kehidupan di hari yang baru. Karena Allah yang menciptakan alam semesta beserta isinya, temasuk matahari, yang disebut-sebut sebagai sumber kehidupan. Allah memang memiliki sifat Al-Muhyii, mas. Yang maha memberi kehidupan.”

Loh loh kenapa dia jadi berceramah begini. Tidak tau orang sedang capek dan kepanasan apa! Sudahlah aku pura-pura tidur saja. Aku memejamkan mataku dan kembali kudengar suara di sampingku.

Yaampun!!

“Saya senang deh mas melihat taman kota dari tempat duduk ini. Dari sini, kita bisa lihat segala penjuru dari ujung sana, sampai ujung sana.”  *Tangan bapak itu menunjuk sudut-sudut taman kota yang indah. “Disini saya bisa lihat berbagai macam tumbuhan, hewan, dan keindahan alam lain. Ada kupu-kupu yang sedang menghisap madu, kelinci-kelinci yang sengaja dilepas pemiliknya disini, hingga burung-burung yang berebut minum di wastafel sebelah sana. Allah memang maha pencipta ya, mas. Indah sekali ciptaan-ciptaannya.”

Ntah sampai bapak ini terus berceloteh. Terserah deh, aku mau tidur beneran saja.

Tiba-tiba bapak itu terkekeh. Aku membuka sebelah mataku untuk melihatnya. Dan aku tak bisa manahan mulutku ketika bertanya

“Kenapa pak?”

“Oh ngga mas. Ini saya jadi teringat minggu kemarin saya hampir di kroyok pengunjung taman kota ini.”

Mataku terbuka sepenuhnya. Sambil mengangkat alis, aku bertanya

“Loh emangnya bapak melakukan apa?”

“Saya sedang menyapu dedaunan kering disana, ketika saya menemukan sebuah dompet. Ketika saya memungutnya, ada segerombolan yang terlihat sedang berlari dan ketika mata mereka tertuju pada dompet yang saya pegang, sedetik kemudian tubuh saya diangkat dan ingin dihajar.”

“Waduh, terus gimana pak?”

“untunglah mbak-mbak yang punya dompet langsung membantah bahwa saya bukan pencurinya, setelah melihat kalau isi dompet itu masi utuh kerumunan itu segera meminta maaf dan membubarkan diri. Sepertinya pencopetnya tidak sempat mengambil apa-apa karena panik.”

“Wah, bagus ya pak. Untuk bapak baik-baik saja.”

“Iya, mas, alhamdulillah. Allah memang Al Mu’min. Maha pemberi rasa aman.”

“Bapak sudah berapa lama kerja disini?”

“eh, hm... kalo kerja disini sih sudah 5 tahunan, mas..”

“Ga berniat cari kerja lain?”

“Saya suka mas kerja disini, mengelola taman ini. Saya suka membersihkannya, merawatnya, agar pengunjung disini merasa aman, nyaman, dan senang. Saya senang melihat wajah-wajah para pengunjung yang ceria. Saya pikir kalau saya bisa membuat mereka bahagia dengan membersihkan taman ini, saya bisa mendapatkan kebahagiaan juga. Karena Allah kan Al-Muntaqim, maha pemberi balasan.”

Aku tak mengerti dengan kata-kata bahasa arab yang dilontarkan oleh bapak ini sedari tadi.

“Sebenarnya apa itu kata-kata yang sedari tadi bapak ucapkan?”

“Yang sedari tadi saya ucapkan adalah asmaul husna, nama-nama Allah yang baik. Jumlahnya ada 99. Yang saya sebut tadi hanya sedikit bagian kecil diantaranya.
Diriwayatkan dalam sebuah hadist
“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menjaganya maka dia masuk surga.” (HR. Bukhari, no.2736, Muslim, no.2677 dan Ahmad, no.7493)
99 nama Allah yang menuntun kita ke dalam surga-Nya apabila kita  menghafalnya, merenungkan maknanya, dan mengamalkan kandungan maknanya. Tujuan akhir dari kehidupan kita ini adalah alam yang kekal yaitu surga atau neraka. Seluruh umat muslim pastinya mengharapkan surga, sebagai alam yang kekal, untuk kehidupan yang kekal pula nantinya. Dan 99 nama Allah ini dapat membantu kita dalam mencapai tujuan akhir kita, umat muslim di seluruh penjuru dunia. Termasuk saya dan kamu, kan?”

“ehm, ntahlah, pak. Saya tidak yakin. Selama ini saya tidak berperilaku seperti umat muslim. Saya masih lalai dalam sholat, meninggalkan puasa, masa bodo dengan agama yang selama ini saya pegang. Saya takut Allah tidak bisa menerima saya.”

Adzan ashar berkumandang cukup keras. Sepertinya dari masjid sekitar sini. Bapak itu berbicara

“Mari, kita ke masjid. Sudah adzan.”

Selama perjalanan, kami diam membisu.

Setelah sekian lama aku tak menyentuh kopeah, aku kembali  menyentuhnya, memakainya, di shaff paling depan di sebuah masjid megah berimamkan bapak tukang sapu yang telah mengganti bajunya 
 dengan baju koko rapih, tampan, dan terlihat lebih muda daripada di taman tadi.

Dan mereka menyebutnya bapak Ir. H. Ahmad Surya. Seorang pengelola taman kota yang sangat maju, dan pendiri masjid megah ini diatas tanah wakafnya sendiri.

Selesainya sholat, dzikir, dan berdoa, pak Ahmad mengajak saya untuk melanjutkan obrolan tadi diundakan tangga bagian belakang masjid.

Aku tidak tahan ingin menanyakannya.

“Pak, kenapa bapak tidak bilang kalau bapak pengelola taman kota itu, bukan hanya sekedar tukang sapu?”

“Memangnya kenapa dengan tukang sapu? Tukang sapu pekerjaan halal kok, mas.”

“Tapi pengelola taman jauh lebih kaya..”

“Itu Allah mas. Allah yang maha kaya, Al-Ghaniyy.”

Aku terdiam.

“Lanjutin omongan mas yang tadi, omong-omong, mas bisa coba untuk bertaubat.”

“Allah tidak mungkin menerima saya, saya sudah kotor seperti ini.”

“Mas tidak boleh bilang seperti itu. Allah maha pemaaf, pengampun, penerima taubat. Allah tidak memandang siapa yang bertaubat tapi Allah melihat kesungguhan orang tersebut. Jika mas ingin sungguh-sungguh bertaubat, niatkan dalam hati mas. Karna sesungguhnya Allah maha adil.”

“kira-kira kapan saya bisa bertaubat?”

“Durasi hidup bagaikan jarak dari waktu adzan ke sholat. Ketika lahir, kita diadzankan. Ketika meninggal, kita di sholatkan. Mas ingat selang waktu antara adzan dan sholat? Sering kali kita merasa terlalu cepat sehingga kita ketinggalan sholat berjamaah.  Kebayang betapa singkatnya kan, mas? Kita pun tidak tahu kapan dan dimana kita mati, apa dan bagaimana bisa terjadi. Oleh karena itu, semuanya harus dipersiapkan dari detik ini juga. Agar tak ada penyesalan di kemudian hari. Mas pasti bisa jadi lebih baik. Mas pasti bisa menggapai tujuan akhir mas....”
Aku terenyuh dan dari ba’da ashar hingga habis nafasku, kupakai  waktuku untuk menebus semua dosa-dosaku.



Sumber:

1 komentar:

  1. super sekali gan , i like it , i need it , i love it , i shake it , i eat it , i punch it , i smack it . lanjutkan artikelnya ibu2 bapak2 siapa yang punya anak bilang aku aku yg tengah malu sama teman temanku woooww.

    BalasHapus